Al Yaqin.

Square

“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan: kematian.”
(HR. Ibnu Majah)

Awal Januari 2025 kemarin, gue sempet nulis,
nggak nyangka bisa sampai umur 50.
Rasa syukur.
Rasa heran.
Campur aduk.

Kadang kita jalanin hidup kayak umur itu jaminan.
Padahal, nggak ada satupun yang pasti.

Dua minggu lalu, pagi pulang dari lari, kabar datang:
seorang tetangga gue — adik kelas waktu SD — meninggal dunia.

Umurnya 49.
September nanti, dia harusnya 50.

Hari ini, Sabtu (28/4), satu lagi.
Tetangga juga, adik kelas juga. Pergi dalam tidur.
Tiga tahun lebih muda dari gue.

Dua kejadian ini bikin gue duduk lama.
Mikir.
Ngerasain gimana hidup ini rapuh banget.

Nggak ada yang janjiin kita masih punya waktu.
Nggak ada yang janjiin kita bisa bangun besok pagi.
Nggak ada yang janjiin ada kesempatan kedua buat bilang maaf, terima kasih, atau sekadar menunjukkan sayang.

Maka dari itu:
Never take life for granted.
Jangan buang energi buat baperan dan tersinggung.
Jangan tunda-tunda berbuat baik.

Selagi masih dikasih napas,
jalanin hidup dengan hati yang lapang.
Lakukan kebaikan, sekecil apapun.

Karena pada akhirnya, semua kita akan pulang.

Note :
Yang makin bikin merinding, berbarengan dengan kejadian ini,
materi kajian HSI pekan itu ngebahas tentang berpegang pada sunnah, dengan ayat:
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan.”
(Al-Hijr: 99)

Al-Yaqin di sini artinya: kematian.

Selalu percaya, hidup ini penuh tanda-tanda.
Dan semua yang terjadi, nggak pernah kebetulan.
Everything happens for a reason.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *