Follower mu (Bukan) Teman mu?

Square

Nggak semua yang follow akunmu itu temanmu. Nggak peduli follower-mu 100 atau 100 ribu, mustahil tahu alasan mereka follow kamu satu per satu.

Mungkin ada yang benar-benar teman dekat, ada yang ngefans sama persona atau karya yang kamu tampilkan di feed, atau… bisa juga ada yang diam-diam nungguin kamu jatuh, berharap suatu hari kamu post tentang kesialan hidupmu. Serem? Bisa jadi.

Bukan mau bikin kamu overthinking malem-malem, but here’s the thing.

Banyak dari kita pakai media sosial buat meluapkan emosi: curhat, sambat, ngeluh, marah-marah, atau bahkan maki-maki. Awal-awal main sosmed? Ya, saya juga gitu.

Tapi setelah semua unek-unek tumpah ke situ, terus apa? Lebih lega? Mungkin. Tapi pernah nggak sih, pas liat lagi sehari, seminggu, atau sebulan kemudian malah jadi malu sendiri?

“Kok gue bisa ngepost kayak gini sih?”

Seiring waktu, makin dewasa, mulai mikir dua kali sebelum ngepost. Mulai sadar, nggak semua hal harus diumbar. Mulai nanya ke diri sendiri, “Ini beneran perlu diposting nggak? Atau cukup gue simpen aja di kepala?”

Nah, sekarang bagian overthinking-nya.

Kita semua pasti ngerti gimana rasanya pas post sesuatu, terus banyak yang like dan komen. Rasanya senang, kan? Seperti candu. Makin banyak yang respon, makin pengen posting lagi.

Tapi masalahnya muncul kalau tujuan kita main sosmed cuma buat ngejar validasi (baca: like, comment, share). Udah post sekian lama, kok sepi? Akhirnya tiap menit refresh timeline, nunggu notif, terus waktu kita habis buat ngejar sesuatu yang sebenernya… nggak penting-penting amat.

Jadi, masih mau jadi budak validasi? Atau mau pake sosmed buat sesuatu yang lebih berarti? 😉

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *